Indonesia...
Tanah Air beta..
pusaka abadi nan jaya
Indonesia
sejak dulu kala...
slalu dipuja-puja bangsa
di sana trmpat lahir beta
dibuai dibesarkan bunda
tempat berlindung di hari tua...
sampai akhir menutup mata
Ballroom
Park Hotel di Simon Bolivar Cd No 32 Yildiz, Ankara, siang itu
menggigil oleh rindu seusai saya mengajak semua yang hadir di ruangan
itu untuk bernyanyi bersama lagu "Indonesia Pusaka" karya Ismail
Marzuki.
Rindu yang kelewat memang seperti luka, menyakitkan.
Begitulah, setelah saya bernyanyi beberapa lagu di depan para mahasiswa
Indonesia, para staf Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Turki,
ditelikung oleh kerinduan yang amat sangat terhadap Indonesia, negeri
yang melahirkan dan membesarkan mereka. Negeri yang mungkin telah
mengecewakan lantaran dipimpin oleh orang-orang rakus. Negeri yang tak
berwibawa lantaran dipimpin oleh orang-orang lemah dan tak berdaya saat
dihina oleh negara tetangga. Namun demikian, Indonesia tetaplah tanah
dan tumpah darah yang telah memberi warna dalam kehidupan mereka, bahkan
membentuk kepribadian yang mengajarkan mereka bersopan-santun,
menghargai orang lain, peka terhadap derita sesama, dan juga berjiwa
seni.
Tapi rindu itu perlu. Sebab rindu, manusia jadi ingat akan
kelemahannya, ingat keterbatasannya, bahwa ternyata manusia butuh orang
lain, butuh mengenang asal-usulnya agar manusia mengerti mereka pernah
kecil, lemah dan tak berdaya dan pernah dikuatkan oleh orang-orang yang
mengasihinya.
Saya pun membawa rasa dan imajinasi yang hadir pada
situasi transedental lewat lagu "Doa" yang saya bikin dari puisi "Doa"
karya Chairil Anwar, penyair besar Indonesia angkatan '45.
"Tuhanku...
dalam termangu aku masih menyebut namamu, biar susah sungguh
mengingat kau penuh seluruh
cahyamu...
panas suci...
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi..."
Ruangan
sekejap jadi sunyi, sesunyi hati mereka yang terpisah lama dari sanak
saudara dan tanah airnya. Saya tahu setelahnya bahwa di antara mereka
ada yang menitikkan air matanya. Hmm... saya tak lama membiarkan suasana
neglangut sedemikian rupa. Saya tak ingin membuat yang hadir sedih
karena rindu yang berkepanjangan.
Usai lagu "Doa", saya gebrak
ruangan ballroom Park Hotel dengan lagu cinta yang dinamis. Ya, lagu
berbirama 3/4 berjudul "Setitik Noktah" yang saya bikin tahun 2003 itu
langsung membuat hadirin tergoda untuk bertepuk tangan mengikuti beat
yang saya tawarkan.
....
aku mengapung di telagamu
mendung pun gugurkan hujan
angin bertiup menuju tenggara
aku terjebak di gelisah matamu
aku tenggelam di samudramu
hujan pun menjelma sungai
sepotong bintang jatuh di hutan
aku tersesat di rahasia senyummu
mabuk aku oleh pesonamu
cintaku tak habis dimakan waktu...
saya
ajak semua yang hadir untuk terus bertepuk tangan mengikuti beat lagu
"Setitik Noktah". Makin cepat, kian cepat, dan bermuara dalam tepuk
tangan yang meriah. Alhamdulillah... moga-moga nyanyian saya bisa
menjadi oase bagi para "pengembara" yang malam itu kangen rumah dan
sanak saudaranya di ribuan kilometer jauhnya dari tempat mereka bermukim
kini.
Saya pun disalami oleh Dubes RI untuk Turki, Nahari
Agustini dan suami yang siang tadi kami jumpai di kantornya. Suami istri
itu mengucapkan terimakasih karena menurut mereka, saya telah memberi
penawar rindu kepada warga Indonesia yang berada di Ankara.
Acara
yang berlangsung sejak pukul 5 sore waktu setempat itu, adalah dalam
rangka diseminasi konsep Rumah Budaya Indonesia di Turki oleh delegasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bidang
Kebudayaan.
Sebelum acara tersebut berlangsung, tepat pukul 03.00
waktu Ankara, Dubes Nahari Agustini telah menerima kami di kantor KBRI
Turki. Dia memaparkan, siap memfasilitasi kegiatan rombongan yang
dipimpin oleh DR. Restu Gunawan dari Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia itu.
Dubes Nahari pun menyambut
niat rombongan dengan memberikan gambaran, betapa sekarang ini hubungan
Indonesia dengan Turki sedang dalam kondisi yang sangat baik. Presiden
Republik Turki Abdullah Gul sangat mengapresiasi setiap kegiatan
Indonesia di forum Internasional. "Turki memiliki kemitraan strategis
dengan Indonesia. Kemitraan itu disepekati saat kunjungan Presiden Turki
ke Indonesia pada bulan April 2011. Dari segi ekonomi selalu meningkat
dari tahun ke tahun, ditandatangani berbagai MoU di semua bidang,
termasuk bidang pendidikan, budaya, pertukaran informasi, dan lain-lain.
Di
bidang pendidikan, pemberian beasiswa Pemerintah Turki kepada mahasiswa
Indonesia juga semakin meningkat, sekarang sudah mencapai 600 lebih
mahasiswa Indonesia yang belajar di Turki," ungkap Dubes Nahari.
Selanjutnya,
Nahari juga optimistis dengan rencana pengembangan RBI di Turki.
Menurut Nahari, selain aset-aset yang dimiliki oleh KBRI berupa
peralatan kesenian berupa gamelan, angklung, serta kemampuan menari
tradisi dari mahasiswa Indonesia yang tergabung di organisasi
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki; KBRI Turki juga memiliki
sebidang tanah dan bangunan di Ankara yang bisa dipergunakan sebagai
embrio RBI.
Berikitnya, Nahari pun menggambarkan, bahwa
perdagangan Indonesia-Turki juga menunjukan tren yang menggembirakan.
"Volume perdagangan antara Indonesia dan Turki meningkat dari tahun ke
tahun. Indonesia senantiasa surplus dalam perdagangan dengan Turki,"
kata Nahari,
Tahun 2003, volume perdagangan Indonesia-Turki hanya
sekitar US$300 juta. Pada 2008, volume perdagangan kedua negara
meningkat menjadi US$2,1 miliar.
Pada 2011 volume perdagangan
Indonesia-Turki meningkat lagi menjadi US$2,24 miliar. "Tahun 2011,
surplus yang diperoleh Indonesia mencapai US$1,9 miliar," ucap Nahari.
Menurut Nahari, Indonesia dan Turki bersepakat meningkatkan volume
perdagangan hingga US$5 miliar untuk lima tahun ke depan.
***
Dalam
perkenalannya, DR. Restu Gunawan mengungkap, ada dua hal yang akan
dijalankan oleh rombongan yang dipimpinnya. "Yang pertama, kami ingin
menjajagi bagi berdirinya Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Turki. Yang
kedua, kami bermaksud mengkampanyekan penyelenggaraan World Culture in
Development Forum (WCF) di Bali pada November 2013 kepada negara-negara
sahabat, di antaranya Turki," papar Restu Gunawan.
Di akhir acara
ramah tamah, Dubes Nahari juga berjanji akan segera mempertemukan
rombongan misi kebudayaan Indonesia dengan para pejabat terkait setempat
untuk memberi dukungan bagi terselenggaranya acara WCF tahun depan.
***
Acara
di ballroom itu ditutup dengan ramah tamah dan acara santap malam. Saya
pun mendapat informasi tambahan mengenai orang Turki. Beberapa kawan
yang telah lama menetap di Ankara mengatakan, betapa Turki memang negara
sekuler tulen.
Ini terlihat ketika bulan puasa tiba. Semua
restoran penuh saat buka puasa. "Tapi ini rahasia kita berdua ya, saat
mereka ngabuburit menunggu waktu buka puasa, di antara mereka juga ada
yang sambil makan dan minum."
Waduh!
Sumber
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !