foto : seragamsekolah1
BioShared ; Masa
penerimaan siswa baru (PSB) terus diwarnai keluhan dari masyarakat. Di
antara yang paling ramai adalah soal biaya yang dikeluarkan wali murid
untuk menyekolahkan anaknya. Di antara pos anggaran yang menyedot
biaya tinggi adalah urusan seragam.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menerima laporan dari masyarakat jika ada pihak sekolah
yang menarik uang seragam hingga Rp 800 ribu per siswa. Di tempat lain,
diduga pungutan serupa juga terjadi, bahkan dengan nominal yang lebih
tinggi.
Masyarakat mengeluhkan pihak sekolah
mewajibkan calon siswa membeli seragam atau kain ke sekolah. Padahal,
di pasar banyak jenis seragam dan kain yang dijual dengan harga yang
lebih murah.
Menanggapi pungutan biaya seragam ini,
Mendikbud Mohammad Nuh menegaskan bahwa biaya seragam itu adalah
urusan personal. Artinya, uang digunakan untuk kebutuhan masing-masing
siswa. “Contoh kebutuhan personal lainnya adalah tas, sepatu, dan alat
tulis,” katanya.
Karena masuk kategori biaya personal, Nuh mengatakan, pihak sekolah seharusnya tidak terlalu membebankan biaya seragam.
Pihak sekolah juga diharapkan
memberikan kebebasan kepada wali murid untuk membeli seragam atau
kain ke tempat lain. Termasuk di pasar-pasar umum.
Namun dalam praktiknya, banyak sekolah
yang memiliki seragam khas atau almamater. Seragam ini tidak bisa
dibeli di tempat umum, karena ada sablonan nama sekolahan. Di sinilah
pihak sekolah dinilai memiliki celah memungut uang seragam kepada wali
murid.
Menurut Nuh, seragam khas atau almamater
ini tidak harus membeli baru untuk masyarakat yang tidak mampu. “Bisa
dengan memakai seragam bekas kakaknya atau saudara lainnya yang
kebetulan satu sekolah,” kata dia. Sementara untuk seragam umum
seperti putih-merah, putih-biru, putih-abu-abu, dan pramuka bisa
membeli di pasar-pasar.
Kemendikbud juga berharap pihak sekolah
tidak membuat seragam almamater yang banyak. Cukup satu set seragam
almamater saja. Ditambah dengan satu set seragam almamater khusus
untuk olahraga. “Dengan cara ini, wali murid tidak terlalu terbebani
dengan urusan uang seragam,” ujar mantan Menkominfo itu.
Nuh juga meminta kepada sekolah tidak
mencari laba dengan adanya program pengadaan seragam bagi siswa baru.
Dia meminta harga jual yang dipatok kepada wali murid harus sama
dengan biaya pembuatannya. Menurutnya, sangat tidak etis jika sekolah
sudah memiliki misi mengeruk laba dengan adanya proyek seragam sekolah.
Dia mengatakan, masyarakat bisa melapor
ke Kemendikbud jika harga seragam yang dipatok cukup janggal.
Terutama jika dibandingkan dengan harga jual pasaran. Laporan ini
penting, mengingat saat ini Kemendikbud sedang membuat penelitian
tentang biaya PSB di seluruh Indonesia.
Kebijakan pembelian seragam sekolah
tersebut hingga kini juga masih menjadi kontroversi di Padang. Dalam
surat edarannya, Wali Kota Padang menyarankan siswa baru membeli baju
seragam di koperasi sekolah dengan harga pasar dan bisa dicicil.
Meski tidak diwajibkan, kebijakan itu ditentang para pedagang pakaian
di Pasar Raya Padang karena berdampak pada lesunya omzet mereka.
Di samping urusan seragam, Nuh juga
memaparkan laporan tentang kuota siswa miskin di sekolah berlabel RSBI
(Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Dia mengatakan jika ada
laporan bahwa kuota 20 persen pagu sekolah RSBI untuk masyarakat
miskin berprestasi sulit dipenuhi. Kondisi ini wajar, karena secara
nasional rata-rata jumlah penduduk miskin sekitar 12 persen saja.
“Sekarang misalnya ada RSBI yang berdiri
di lingkungan masyarakat mampu semuanya, tentu sulit mencari yang
tidak mampu,” kata dia. Untuk mengatasi, Nuh mengusulkan supaya
pengelola sekolah RSBI tidak hanya fokus mencari siswa dari keluarga
miskin.
Jika tidak ada siswa dari keluarga
miskin, Nuh menginstruksikan supaya sekolah menjari masyarkat dair
golongan hampir miskin. “Jangan karena tidak dapat siswa miskin,
lantas cari siswa dari keluarga super kaya. Ini tidak fair,”
tandas Nuh. Dia mengatakan, dengan sistem ini semangat mengalokasikan
20 persen kuota RSBI untuk siswa miskin tidak menguap. (padangekspres.co.id)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !